25 September 2016

Kenapa tidak sibuk "menjadi" ?

"Kapan nikah?"

Bagi kalian para penyandang status "single terhormat", pertanyaan ini pasti sering kalian terima saat menghadiri acara keluarga, acara pernikahan teman, atau saat bertemu dan ngobrol dengan orang yang barusan kenal sekalipun ketika membicarakan hal tersebut. Jangan panik, kita sama. Haha

Memang usia generasi '90an seumuran kita ini sudah pantas untuk membuat sebuah komitmen yang diwujudkan dengan adanya ucapan mempelai pria "saya terima nikah dan kawinnya......" lantas dijawab "sah" oleh bapak penghulu dan dibanjiri doa dari keluarga kerabat yang hadir. Ijab qobul. :')

Lalu kenapa sampai dengan saat ini, Allah belum juga mendekatkan aku dengan jodoh pilihanNya. Dia tau, siapa nama yang sering kuperbincangkan padaNya disetiap sujudku. Wahai Allah, sang pembolak balik hati.. aku ikut rencana dan kepastian yang Kau buat. Aku percaya, kepastianMu tidak akan pernah ingkar.
Dalam sabarku menunggu, ada hal indah yang Kau siapkan. :')

Bisa jadi selama ini kita hanya sibuk untuk "mencari", sampai lupa untuk sibuk "menjadi". Mencari, mempertanyakan, menerka-nerka siapa yang akan menjadi teman hidup kita. Mau mencari sampai mana? Kalau Dia belum berkehendak, pencarianmu akan sia-sia saja. Kalaupun bertemu, mungkin belum dengan orang yang tepat.

Tapi, pernahkan kita berkaca pada diri kita sendiri. "Sudah baik kah diriku ini, sudah pantas kah aku untuk jodohku kelak jika tiba2 Allah mendatangkan dia lebih cepat dari apa yang aku bayangkan?"

Mulai sibuklah menjadi. Jadikan dirimu pantas untuk teman hidupmu kelak. Perbaiki iman mu, lebih dekatkan dirimu padaNya. Jodoh adalah cerminan diri kita. Kalau kita baik, Insya Allah jodoh kita juga baik.

Menikah itu ibadah. Bukan dijadikan sebagai hal ketidakseriusan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Bukan juga dijadikan sebagai ajang siapa cepat dia dapat. Tidak apalah, biar lambat asal tepat.

Berdoa..kata-kata "semoga" menjadi "segera"
Berdoa.. semoga "aku dan kau" segera menjadi "kita"

Amin ya Rabbalalamin

Share:

21 September 2016

Empat Serangkai

Ichwan, Aris, Tika, Rieke...

Kita berempat dipertemukan disebuah bangunan bernama Sekolahan. Dari yang nggak kenal satu sama lain pada saat awal masuk SMA, sampai kemudian kita dipertemukan disebuah kelas yang sama. XI IS 4. Awal pertemuan masih dipenuhi rasa malu untuk sekedar berkenalan atau ajakan untuk sekedar mengobrol. Tapi seiring berjalannya waktu, hal2 yang dipenuhi rasa tidak tau malu pun sering kita lakukan bersama. Haha..

Masing-masing dari kita mempunyai kelebihan dan kekurangan baik dari segi sifat maupun dari segi akademik di Sekolah.

Ichwan memiliki sifat agak pendiam, usil, kritis, unggul di pelajaran matematika dan seni rupa. Kalau pak guru seni rupa udah memerintahkan untuk membuat sebuah kerja kelompok, pasti kita selalu satu kelompok. Ada sang master seni rupa. Buatku sebutan itu nggak berlebihan, karena pak guru pun juga mengakuinya.
Ichwan ini sangat perhatian sekali sama aku. Bukannya teman yang lain nggak perhatian. Tapi cara di memperhatikanku agak berbeda. Hanya aku dan dia yang bisa menafsirkan. *Halaah.. :D* Kadang kita berangkat dan pulang sekolah bersama. Karena rumahnya searah dengan jalan menuju sekolah. Oiya, Ichwan ini juga punya saudara kembar, namanya Ichsan. Tapi sekarang mereka bertukar nama. Ichwan menjadi Ichsan, Ichsan menjadi Ichwan. Karena aku udah terbiasa dengan nama Ichwan, jadi sampai sekarang dia kupanggil dengan nama itu.

Lelaki kedua bernama Aris Sanjaya. Waktu pertama kali kenalan, aku sempat berpikir tentang namanya. "Namanya kayak penyanyi dangdut..Haha." Eh, tapi beneran lhoo.. dia bisa nyanyi dangdut juga. Lengkap sama cengkoknya. Dan bukannya terkesan, aku malah seringnya ketawa kalau denger dia nyanyi. Aksennya itu lhoo..lah ya Allah, medook bangeet!! Hahaha

Kalau Aris ini orangnya imut alias item mutlak eksotis. Suka pelajaran bahasa inggris karena faktor gurunya yang berwatak bijak, namanya Pak Jo. Aris merasa watak Pak Jo ini mirip dengan Alm. Bapaknya. Makanya dia semangat sekali kalau pas pelajaran bahasa inggris berlangsung. Walaupun pada kenyataannya, dia sangat amat lemah sekali di pelajaran ini. Dia suka sama gurunya, tapi nggak sama pelajarannya. Hahaha!!
Aris ini juga suka ngambek. Dan ngambeknya ini suka pilih2 orang. Aku korban utamanya. Entah kenapa cuma karena kesalahan sepele, dia bisa ngambek ke aku sampai berhari2. Padahal sama Ichwan ataupun Rieke dia g segitunya lho. Dan kalau udah kayak gitu, biasanya aku yang minta maaf duluan. Kadang dia langsung maafin, kadang juga nggak. Terus nanti tiba-tiba dia jadi baik sendiri. :D

Kemudian yang terakhir ada Rieke, atau yang sering kupanggil Gembul.
Jangan disangka gembul itu sesuai sama fisiknya yaa. Dia jauh dari kata gembul. Bandannya tinggi melebihi aku, dan agak kurus. Gembul nama kesayangan kita berdua. :*
Mengikuti ekskul yang sama di sekolah, yaitu Paskibra membuat aku dan dia udah saling kenal sebelumnya. Di susunan keanggotaan Paskibra, dia menjadi Wakil Ketua 2. Dia juga jadi partner andalan ku sebagai petugas pengibar bendera. Rieke pengerek, Adinda tengah dan aku menjadi pembentang. Formasi andalanku yang tidak pernah berubah.
Gembul ini cepat dalam pelajaran hafalan. Hitungan matematika dia kadang zonk, lalu lari ke Ichwan untuk diajari. Dia baik, lugu, dewasa, melankolis, dan sedikit keras kepala sama sepertiku. Aku pernah bertengkar dengannya karena mempertahankan ego masing2. Dan nggak lama setelahnya, kita baikan lagi. ^_^

Pernah suatu ketika salah satu dari kita mengalami kesulitan yang berhubungan dengan kebijakan sekolah. Posisi ku saat itu sebagai murid berkelakuan baik cukup meyakinkan untuk melakukan pendekatan kepada salah seorang guru untuk membantu kesulitan dia saat itu. Dan Alhamdulillah berhasil. Terimakasih Almh. Bu Yayuk. :')

Aku pernah meninggalkan mereka selama hampir satu bulan karena mengikuti pelatihan Paskibraka Kota Semarang di Balaikota. Mereka membantuku mengejar ketertinggalan pelajaran. Meminjamkan catatan, menyertakan namaku di tugas kelompok, dsb.

Jabatanku sebagai ketua kelas, ketua Paskibra, OSIS dan tangan kanan seorang Guru BK tidak membuatku menjadi pribadi yang selalu baik. Dimata mereka, aku ini sama aja. Pernah telat, pernah kabur dari jam tambahan, pernah disetrap, dan hal2 nakal lainnya. Tapi tetap ada kharisma di balik itu semua, kata Ichwan. :D

Kini kita sudah tumbuh dewasa. Rieke sudah menikah, dan dianugerahi seorang anak laki-laki ganteng berusia 2 tahun.
Sedangkan Ichwan saat ini menyandang status calon bapak, karena isterinya sedang hamil 6 bulan. Semoga ibu dan calon dedek bayi disehatkan, dikuatkan sampai nanti hari kelahiran tiba. Jadi suami siaga yaak.
Sedangkan aku dan Aris.. kita berdua masih single happy. Menunggu dihalalkan sambil memantaskan diri. :')

Terimakasih yaa sudah mewarnai masa putih abu-abu ku.
Semoga silaturahim kita berempat selalu terjaga. Amin..

I miss you guys, as always..

Share:

Menunggu dan ditunggu

Maksud kesengajaan ku tidak membalas semua pesan darimu adalah, agar rasamu padaku tidak membesar sebelum waktunya.
Aku sadar, aku ditunggu olehmu.
Tapi aku tidak ingin pengharapanmu terhadapku menjadi semakin besar.

Sedangkan,

Kubuat diri ini sengaja untuk tidak menghubungimu, agar aku memberi batasan terhadap ruang di hati ini.
Ada kalanya kita bertemu, kita bersama, kita bicara.
Namun ada kalanya kita berdiam sementara untuk hal tersebut.
Semata-mata untuk membenarkan apa yang dirasa.
Biarkan ini berjalan seperti biasa, dengan dibumbui rasa penuh tanda tanya.
Jika Tuhan menginginkan kita bersama, percaya saja dengan caraNya.

------------------------------******--------------------------

Tulisan ini memang kutujukan untuk seseorang dan diriku sendiri. Bukan menyindir. Ini lebih pada agar kita berani mengakui apa yang kita rasakan atau bisa dibilang jujur pada diri sendiri.

Entah darimana datangnya kata-kata syahdu yang aku tulis barusan. Bisa jadi karena efek cuaca pagi hari ini. Mendung menggantung yang tidak selalu berkaitan dengan hujan. Sama hal nya seperti lama bersama yang tidak selalu akan menimbulkan rasa cinta. Eeeaaaa.. Haha!!

Selamat pagi, selamat beraktivitas..
Jangan lupa bahagia yaa. ^_^

Share:

18 September 2016

Dibalik layar perjalanan ke utara

Seminar " Pola Asuh Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ) " di Pekalongan usia sudah. Diakhiri dengan ajakan Bu Heni, " Dek Tika ikut pelatihan di Surabaya besok minggu depan yuk." Dan jawabanku tidak mengiyakan. Mau sekali sebenarnya. Kesalahan memang, aku tidak nabung sebelumnya. Karena biaya pelatihan mencapai jutaan.

Jadi seminar kemarin membahas mengenai bagaimana peran orangtua dalam mengasuh buah hati mereka yang oleh Allah swt diberikan suatu keadaan khusus, berbeda dengan kondisi anak normal yang lain.

Kondisi ABK sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya pada saat Prenatal (kehamilan), Natal (kelahiran), Post Natal (setelah kelahiran). Saat masa prenatal, dilihat bagaimana konsumsi gizi ibu, apakah mendapat nutrisi yang cukup,  apakah mengkonsumsi obat2an, pernah jatuh, pernah mengalami pendarahan, tes virus. Kemudian pada saat natal, dilihat dari proses persalinannya. Karena proses persalinan yang lambat akan mempengaruhi kondisi si bayi. Apalagi jika hpl (Hari Perkiraan Lahir) si bayi tidak kunjung lahir. Bahaya air ketuban beracun dan plasenta yang mengalami pengapuran akan membahayakan si bayi di dalam kandungan apabila tidak segera dikeluarkan. Yang terakhir pada saat post natal. Apakah anak pernah mengalami panas tinggi atau kejang? Karena dua kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi otak. Panas tinggi dapat membuat inti sel mati, sedangkan kejang dapat membuat sinaps yang berada di otak rontok.

Pada saat seminar aku bertemu dengan dua teman kuliahku yang lain. Diantara teman2ku yang ikut bisa dibilang aku yang paling antusias mengikuti jalannya seminar. Tangan kiri mendokumentasikan berupa video, sedangkan tangan kananku mencatat point2 penting yang beliau sampaikan. Lalu teman yang ada disebelahku, tidur dia. Catatan juga sepi sekali. Kan eman2 sudah datang jauh2 g dapat apa2. Begini ini kalau yang diincar hanya SKP. T_T

Oiya, sampai di Pekalongan kemarin kami berdua yang rencana awal naik taksi menuju Unikal, berubah menjadi naik becak. Karena stasiun dekat sekali dengan Unikal. Tawar menawar terjadi yang dilakukan oleh teman kerjaku, mbak yani. Disepakati tarif 20rb berdua. Driver becak bernama Pak Hanafi.

Jalan menuju Unikal dari stasiun cukup padat, banyak truk2 muatan besar, ditambah jalan yang sebagian banjir karena malam sebelumnya Pekalongan diguyur hujan seharian. " Wah, penumpang saya lumayan juga yaa. Padahal kecil2. Sampe gembrobyos saya mbak. " Hahaha.. aku dan mbak yani tertawa. Kita belum sarapan pak, gimana kalau udah sarapan. Goweees teruus pak Hanafi. :D

Pak Hanafi ini greget sekali orangnya. Saat ada di tikungan jalan, becak kami head to head dengan sebuah truk tronton. Kita berdua teriak alay bersamaan, sedangkan pak Hanafi hanya cengengesan sambil bilang, " tenang mbak, tenang. Udah ahli saya. "

Senam jantung berikutnya terjadi saat becak akan melewati rel kereta api. Palang pintu kereta diturunkan karena akan ada kereta yang akan lewat. Tapi bukannya menunggu kereta lewat, pak Hanafi malah turun, kemudia mendorong becaknya menerobos palang pintu kereta. Waktu itu, aku dan mbak yani pengen loncat aja rasanya. Nekat tapi lawak. Hahaha

Sampai di Unikal, pak Hanafi menawarkan jasanya untuk menjemput kita kembali di jam 4 sore atau setengah 5. Kita oke2 aja sih. Tapi kenyataannya saat seminar usai di jam 4 sore, kita nggak melihat pak Hanafi datang menjemput. Kita putuskan jalan kaki ke stasiun. 15 menit waktu yang kita butuhkan untuk sampai disana.

Masih ada waktu kosong 1 jam sebelum kereta datang. Jadwal keberangkatan  kereta api Kaligung Pekalongan-Semarang jam 18.03. Kita masih punya waktu untuk santai2. Mbak yani mencharge Hp nya sambil ngemil Roti'O, dan aku sibuk membalas bbm dari mbak Hanafi dan Zaenal. Temanku yang ingin dapat sertifikat tanpa mengikuti seminar. Saat kutanyakan ke panitia seminar, ternyata tidak bisa. Harus melalui IFI Pekalongan dulu.

Adzan maghrib berkumandang, aku segera menuju Mushola stasiun dan melaksanakan ibadah sholat maghrib berjamaah. Pas sekali, selesai sholat kereta Kaligung tiba. Kali ini aku satu gerbong dengan mbak Yani, digerbong lima. Tapi beda tempat duduk.

Aku duduk bersama mbak2 mahasiswi. Alhamdulillah, tidak seperti tadi pagi. Hahaha. Lalu ada mas2 di seberang tempat dudukku yang merasa tidak nyaman, karena Ac yang tepat berada diatas kepalanya. Merasa kedinginan, si mas ini cari tempat duduk kosong yang jauh dari Ac. Aku sempat menyapa si mas ini, " Kedinginan ya mas, Ac nya ngarah langsung ke njenengan soalnya." Kataku

Diperjalanan sambil mendengarkan musik yang diputar di kereta, aku mencoba untuk tidur. Tapi tidak bisa, karena penumpang di belakang tempat dudukku terlalu riuh. Lalu tiba2 Bapak menelepon, memberitahukan kalau Semarang hujan deras sekali. Bapak khawatir sama motorku, takut mogok. *ini Bapak lebih khawatir sama motor drpd anaknya..haha*

Sampai di St. Weleri, Mbak Yani mengajakku untuk pindah tempat duduk disebelahnya. Aku mengiyakan. Dan ternyata ada si mas Ac tadi di tempat duduk Mbak Yani. Aku duduk berhadapan dengan si mas. Kemudian kita bertiga berkenalan dan ngobrol. Panggil saja Mase. :D

Mase bercerita kalau Ibunya pernah mengalami gejala stroke kurang lebih sdh 3th, tapi Alhamdulillah sekarang ini sdh beraktivitas seperti biasa. Sebagai Fisioterapi, aku menanggapinya dengan memberi advice kepada Mase untuk disampaikan kepada Ibu. Mase memintaku untuk menterapi ibunya di rumah. Lalu Mase memberikan kartu nama. Saat kubaca, ternyata Mase ini seorang Audit di sebuah bank swasta Semarang.

Obrolan kita bertiga begitu asyik, sampai akhirnya Mase ini berkata kalau wajahku ini mirip sama wajah temannya. *memang wajah pasaran betuul mukaku ini. Haha*
"Wajah mbak mirip sama temen saya, namanya Umi. Dia mantan saya mbak". Eaaaa... * lalu datang mbak raisa sambil nyanyi mantan terindah.: D * "Waduuuh.. gawat ini." Pikirku. Inget anak isteri di Tegal, Mase!! >_<

"Makanya tadi saya pindah tempat duduk. Ya karena Ac, ya karena ada mbaknya di depan saya. Ehh..mau menghindar malah mbaknya duduk disini. Hehe."

Sampai di St.Poncol, Mase memberiku sebungkus tahu aci. Lalu aku memberikan sebungkus Roti'O. Kita barter. Turun dari kereta, Mase pamit duluan. Aku dan mbak Yani jalan menuju tempat parkir. Tiba2 mbak yani berkata, " Mbak Tika jangan pergi ke rumah masnya. Pokoknya jangan! Terus itu tahu aci nya jangan dimaem."
Jujur, aku juga merasakan apa yang mbak Yani takutkan. Untung saja Mase g menanyakan nomer telponku. Ini semua gara2 mbak mantan. Bukannya suudzon, mbak Yani memintaku untuk berhati2. :')

Karena kadang keramahan yang kita berikan, bisa disalah artikan oleh orang lain.

Share:

Journey to the north

Biasanya untuk seminar anak-anak, wilayah Jawa bagian timur yang sering mengadakan. Tapi kali ini, sebuah institusi yang berada di wilayah utara Jawa tepatnya Kota Pekalongan yang menjadi tuan rumah.

Bersama seorang teman kerja, kami berdua pagi ini berangkat menuju Pekalongan menggunakan transportasi Kereta Api Kaligung Semarang-Pekalongan dengan jarak tempuh kurang lebih 50 menit. Biaya yang kami keluarkan 80rb pulang pergi. Lumayan. :D

Terakhir kali naik kereta api saat mengikuti seminar di Surabaya. KRL jurusan Sidoarjo-Pasar Turi, dengan waktu tempuh 1 jam. Biaya yang aku keluarkan sangat amat murah sekalii. 2rb rupiah saja teman2!! ^o^

Seminar di Pekalongan ini, aku berusaha menyempatkan waktu untuk datang. Karena apa? Ada narasumber yang begitu kompeten di bidang tumbuh kembang anak. Bu Heni Agustyaningsih. Aku bertemu beliau tiga kali. Saat pelatihan di Surabaya, di Semarang, dan di Solo.

Sebagai fisioterapis peminatan di bidang anak-anak, mau tidak mau aku juga harus upgrade keilmuan yang menyangkut bidang tersebut. Salah satu caranya ya ini, dengan mengikuti seminar. Apalagi di klinik tempat aku bekerja, aku di plot sebagai fisioterapis khusus optimalisasi tumbuh kembang anak. Baik anak berkebutuhan tambahan ataupun anak berkebutuhan khusus.

Dibilang beban, pasti beban. Karena yang aku hadapi adalah ekspektasi orang tua anak yang begitu tinggi. Mengharapkan anak mereka dapat tumbuh dan berkembang secara normal sesuai tahapan usia. Dan aku sangat mengerti. Tapi kembali lagi, semua proses optimalisasi tidak lepas juga dari peran serta keluarga. Terutama Ibu dan Ayah. Mereka harus ikut terlibat.

Semoga semangatku untuk belajar selalu tetap ada. Untukku dan untuk mereka yang membutuhkan. Amin..

Nb: Aku menulis cerita ini di dalam kereta, diapit oleh mas-mas yang berada di depan dan disampingku. Aku tidak berkutik. :D . Teman kerjaku berada di gerbong 5, sedangkan aku di gerbong 1. ^o^

Happy Sunday...!! :')

Share:

17 September 2016

Pejuang SKP

Hallo para pejuang SKP..!!

Masih semangatkah kalian mencari info seminar/workshop/pelatihan fisioterapi kesana kemari atau bahkan sampai rela gaji yang kalian terima terprioritaskan untuk mengikuti seminar tersebut demi mengumpulkan jumlah Satuan Kredit Partisipan (SKP) guna kepentingan perpanjangan Surat Tanda Registrasi (STR) agar profesi kita tetap berjalan dan diakui.

Jadi kemarin ada salah seorang teman kuliah membuat grup di salah satu media sosial yang berisikan teman2 satu angkatanku. Kemudian dia membuka pembicaraan yang memuat keresahan yang dia rasakan terkait jumlah SKP yang dia miliki saat itu.

"Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2013, Ikatan Fisioterapi Indonesia menetapkan Registrasi Tenaga Kesehatan seorang Fisioterapis yang akan memperpanjang STR harus memiliki jumlah komulatif SKP sebesar 25 SKP. Komulatif jumlah SKP tersebut dihitung dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir atau sejak diterbitkannya STR sampe  habis masa berlakunya STR tersebut."

" SKP kalian udah berapa jumlahnya?" Dia bertanya kepada kami. Dan jawaban teman2 pun beragam. Ada yang masih mengumpulkan kurang dari 10 SKP, lebih dari 15 SKP, bahkan ada juga yang sudah mencapai 25 SKP. Dan Alhamdulillah aku sdh mengumpulkan 25 SKP dari seminar/pelatihan/workshop yang aku ikuti.

Kemudian keresahan selanjutnya datang dari temanku yang berasal dari ujung Timur Indonesia, Papua. Namanya Isaura Melani Patay. Biasa kami panggil, Aya.

" Nah, kalian yang di Jawa enak. Seminar banyak diadakan. Lalu Aya gimana disini, boro2 seminar.. tenaga fisioterapis disini aja terbatas. Pertemuan Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) juga g jalan. Mau ke Jawa juga butuh biaya banyak. "

Sedikit cerita flashback saat Aya pertama kali ku ajak ke sebuah tempat makan dekat kampus. Saat itu kami berdua memesan dua es jus. Begitu mau bayar, Aya kaget. "Muraaaah sekali, Tika!! Di Papua sana satu es jus bisa sampai 30ribu." *oke..aku bersyukur jadi orang Jawa, Hahaha*

Lanjut ke permasalahan..

Nhaa..dari kondisi yang dialami Aya tadi, aku jadi berpikir. Yang di Papua aja begitu semangat untuk mengikuti seminar, masa iya kita yang ada di Jawa - Sumatera - Kalimantan - Sulawesi dengan akses informasi/transportasi yang mudah dan organisasi yang sdh tertata apik, kalah dengan semangat mutiara hitam dari timur!! *ini Aya woii, bukan Persipura. :D *

Ini semua kemauan kok teman2. Kalau kalian cuma fokus untuk mengumpulkan jumlah SKP, kalian akan terus memikirkan tentang berapa biaya yang dihabiskan dan jarak yang ditempuh. *Aya pengecualian*. Beda niat kalau kalian lebih mengutamakan update ilmu yang akan kalian dapatkan dgn mengikuti seminar tersebut. Mau biaya berapa juga, Insya Allah bisa. SKP dapat, ilmu juga dapat. Begitu..

Biaya seminar memang berbeda-beda. Disesuaikan dengan tema, nara sumber, jumlah jam kegiatan, tempat diadakannya kegiatan, dan jumlah SKP yang didapat. Kalau hanya seminar, biaya yang dikeluarkan bisa kurang dari 250rb. Beda lagi dengan workshop atau pelatihan. Bisa mencapai jutaan, karena diadakan selama beberapa hari.

Kalau terganjal masalah biaya, bisa kok kalian pilah pilih mana seminar yang kiranya tidak memberatkan. Karena biasanya, seminar tidak hanya satu. Tapi banyak sekali institusi yang mengadakan kegiatan tersebut dan dishare di media sosial.

Bersama dengan salah seorang temanku yang bernama Evi dari Singkawang-Kalbar, kami berdua termasuk orang yang begitu semangat untuk mengikuti seminar dibanding teman2 kami yang lain. Apalagi kalau biaya terjangkau dan diadakan di luar kota. Bisa sekalian jalan2. * Anggap itu sebagai bonus.. ^_^ *

Kalau sudah begitu, banyak teman2 yang komen.. "Kalian ikut seminar kok g ngajak2." Aku menjawabnya sj sudah malas duluan. Minta disemprot memang. >_<

Oiya, perpanjangan STR tidak semua menggunakan SKP yang didapat dari mengikuti kegiatan seminar. Tapi sebagian jumlah SKP yang lain didapatkan melalui jasa layanan rawat jalan/inap. Dengan penghitungan selama kurun waktu lima tahun, paling tidak kita harus mencapai layanan pasien sebanyak 4.800 pasien. Masya Allah. O_O

Sekarang keresahan datang dari aku dan teman2ku yang melakukan jasa layanan rawat jalan di sebuah klinik atau praktek mandiri. Dibandingkan di Rumah Sakit, jumlah kunjungan pasien di klinik pastilah berbeda. Mengingat kondisi klinik atau praktek mandiri yang fluktuatif, kadang banyak kadang sedikit. Tidak menentu. Dan belum mencukupi untuk perpanjangan STR.

Lalu bagaimana jika SKP tidak cukup untuk melakukan perpanjangan STR? Maka akan dilakukan uji evaluasi berbayar. Dan apabila tidak lolos uji evaluasi, akan dilakukan uji remidial dan dikenakan biaya lagi. Jelas tidak murah. Karena pusat yang mengadakan dan memutuskan.

Dan komentar dari seorang teman, membuatku tertawa. " wes..tau peraturannya kayak gini, dikit2 uang. Mending nikah lah. Ngurus anak bojo. Pahala juga" Hahaha. Komentar ini benar adanya. :D

Apapun keadaannya, kita sudah disumpah untuk menjadi tenaga kesehatan yang kompeten dan amanah. Hubungannya bukan lagi manusia dengan manusia, tapi dengan Sang Pencipta.

Hidup Fisioterapi Indonesia..!!

Share:

02 September 2016

Untukmu, Ibu

Alhamdulillah ya Allah, Engkau masih memberikan kesempatan Ibu ku untuk berkumpul bersama kami hingga saat ini. Dengan keadaan sehat wal'afiat tanpa kurang suatu apapun. Ucap syukur tak terhingga pada-Mu, ya Allah.
Aku tidak berani untuk memikirkan berapa sisa usia beliau, biar itu menjadi rahasia-Mu. Yang bisa kulakukan hanya mendoakan. Semoga kesehatan, keberkahan dan kebahagian selalu terlimpah dari Allah untukmu,Ibu.

Barakallah fii umrik, Ibu ku sayang..

Kemanapun aku pergi, dirimu selalu menjadi alasanku untuk kembali pulang.

Share:

Music

Arsip Blog